Wednesday, March 19, 2008

Kisah Sukses Film Ayat-ayat Cinta


To:mediacare@yahoogroups.com, PENGAJIAN-KANTOR@yahoogroups.com
CC:fd-alfalah@yahoogroups.com, mus-albarokah@yahoogroups.com, Thulabi@yahoogroups.com, partai-keadilan-sejahtera@yahoogroups.com, keadilan4all@yahoogroups.com, pks-depok@yahoogroups.com
From:"Wido Q Supraha" <supraha@indo.net.id>  Add Mobile Alert
Yahoo! DomainKeys has confirmed that this message was sent by yahoogroups.com. Learn more
Date: Tue, 18 Mar 2008 19:31:28 +0700
Subject: [mediacare] Manoj Punjabi: Tak Akan Ada Lagi Film Sehebat Ayat-Ayat Cinta

 

18/03/2008 11:44 WIB

Manoj Punjabi: Tak Akan Ada Lagi Film Sehebat Ayat-Ayat Cinta

Iin Yumiyanti - detikcom

 

 

Jakarta - Manoj Punjabi bungah betul. Film Ayat Ayat Cinta yang diproduksinya meledak. Hingga Senin, 17 Maret 2008, film itu telah ditonton oleh 2,6 juta orang. Orang keturunan India itu sudah yakin filmnya akan laris, tapi ia tidak menyangka film itu bisa sukses meraih jutaan penonton hanya dalam waktu yang singkat.

 

"Mungkin dalam 10 tahun ke depan, tidak akan ada lagi yang seperti ini," kata Manoj Punjabi kepada detikcom. Saat dihubungi melalui telepon genggamnya, produser Ayat Ayat Cinta ini tengah berada di Hong Kong. Ia mengaku ke negara itu untuk mempromosikan film besutan sutradara Hanung Bramantyo tersebut.

 

Manoj lantas menceritakan kisah awal kesulitan untuk membuat Ayat Ayat Cinta. Misalnya penulis buku Ayat-Ayat Cinta, Habiburrahman Al Shirazy sempat membuatnya harap-harap cemas.

 

Apa saja kesulitan memfilmkan Ayat Ayat Cinta? Mengapa ia bisa menjadi film yang laris? Berikut wawancara reporter detikcom, Iin Yumiyanti dengan Manoj Punjabi:

 

Sekarang sudah berapa jumlah penonton Ayat Ayat Cinta?

 

2,6 juta untuk seluruh Indonesia

 

Menurut anda apa yang membuat film ini laris?

 

Film ini laris karena temanya sesuatu yang beda, dan nuansa drama religi. Ini yang pertama. Ini skrip dan ceritanya sangat kuat, gambar-gambarnya bagus. Mungkin dalam 10 tahun ke depan, tidak akan ada lagi yang seperti ini. Film ini kombinasi yang hebat. Pas, tepat, lengkap antara pemain, penulis skenario dan sutradara. Semua ini nggak bisa diulang. Untuk perfilman Indonesia, ini sejarah pertama.

 

Saat akan membuat, anda sudah membayangkan film ini akan laris?

 

Awalnya sudah optimis. Saya melihat premier filmnya 10 menit awal dan yakin akan sold out. Secara insting ada keyakinan ini bakal meledak. Tapi awalnya keyakinan saya, ini akan meledak pelan-pelan. Saya tidak menyangka bisa di awal langsung meledak.

 

Saya yakin film ini punya sesuatu yang beda. Karena keyakinan itu saya ada keberanian untuk membuatnya. Sesuatu yang bagus pasti akan diterima. Dan saya benar, film ini diomongin orang, lantas dari mulut ke mulut, orang pun tertarik menonton. Istilahnya itu film seperti film Titanic.

 

Resepnya seperti apa untuk membuat film ini disenangi penonton?

 

Inspirasi saya dari Hollywood dan Bollywood. Dari sanalah, saya punya insting untuk memadukan dua gaya perfilman ini agar disukai penonton.

 

Bagaimana cerita awalnya anda tertarik memfilmkan Ayat-Ayat Cinta?

 

Pertama, PR (public relation) saya telepon saya, waktu itu saya di luar negeri, dia cerita ada konsep cerita yang bagus, dia lantas menceritakan novel itu. Itu sekitar tahun 2005. Saya langsung suruh ambil buku itu (untuk difilmkan). Bagaimana pun caranya ambil.

 

Habis buku itu diambil, saya membacanya. Saya lantas mau ketemu langsung penulisnya. Maka saya undang Kang Abik (panggilan akrab Habiburrahman El Shirazy) ke Jakarta untuk ngobrol. Ternyata dia ada banyak tawaran. Saat saya tawari untuk dijadikan film, dia tidak langsung mengiyakan. Dia negosiasi, kasih saya waktu, katanya. Dia akan salat dulu. Baru esok harinya, dia terima tawaran saya. Mungkin dia mendapat pengarahan.

 

Bagaimana kisahnya anda kemudian memilih Hanung Bramantyo untuk membuat film ini?

 

Saya 6 bulan mencari sutradara. Saya bertemu beberapa sutradara, tidak perlu saya sebutkan namanya, saya nggak enak. Tapi sutradara itu, dua-duanya nggak berani memfilmkannya. Katanya, ini terlalu berat, terlalu berani ceritanya. Lalu saya bertemu Hanung dan kita cocok.

 

Di film ini, alur dan dialognya banyak yang berbeda dengan novelnya. Apakah itu memang asli dari penulis skenarionya atau bagaimana?

 

Itu awalnya, skrip dari penulis sudah jadi. Waktu itu saya mau ke Malaysia, saya diberitahu, film ini akan dibuat film art, dialognya banyak pakai bahasa Arab. Saya nggak setuju, kalau seperti itu nanti bisa hancur. Saya minta agar diubah lagi semua. Saya ngotot , ini harus diubah. Saya nggak sekadar produser, saya nggak lepas. Film itu kuncinya di skrip. Kalau skrip sudah perfect, maka film tinggal jalan.

 

Biaya untuk membuat film ini habis berapa?

 

Wah belum itung-itungan itu. Tapi sudah untunglah. Untung besar, mudah-mudahan, amin.

 

Apa rencana anda selanjutnya untuk film ini?

 

Saya sekarang sedang mempromosikan film ini ke negara lain. Saya di Hong Kong sekarang untuk menjual film ini.

( iy / nrl )

 


--
Tribun Timur,
Surat Kabar Terbesar di Makassar
www.tribun-timur.com

No comments: